Lalove adalah salah satu alat musik tiup tradisional yang berasal dari Sulawesi Tengah, khususnya budaya Suku Kaili. Awalnya, alat musik tiup ini digunakan dalam Ritual Balia, yaitu ritual tradisi Suku Kaili yang berfungsi sebagai medium penyembuhan penyakit nonmedis dengan cara memasukkan arwah para leluhur kepada orang yang ingin disembuhkan, lalu meminta leluhur untuk menyembuhkan penyakit tersebut.
Menurut penuturan Agus Cahyanto (30), sebagai pelaku seni dan juga perajin lalove, Ritual Balia sudah mengalami kontroversi dan pelarangan dari beberapa kelompok masyarakat di Sulawesi Tengah, terutama kaum agamis menganggap hal itu merupakan praktik syirik. Terlebih saat momentum “Palu Nomoni” (Palu Bersuara), perayaan hari ulang tahun Kota Palu pada 28 September 2018 yang mengangkat dan menampilkan tema kebudayaan di dalamnya, termasuk Ritual Balia.
Saat itulah terjadi bencana yang meluluh-lantakkan sebagian besar wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Dan sejak saat itu pula, Ritual Balia dan seluruh instrumen musik yang ada di dalamnya, termasuk alat musik tradisional lalove, mengalami penolakan dan pencekalan besar-besaran oleh masyarakat Suku Kaili itu sendiri. Tak hanya sampai di situ, pencekalan ini berimbas ke pelaku seni yang hanya memainkan lalove sebagai alat musik tradisional dengan memasukkan unsur-unsur kreatif di dalamnya.
Bayang-bayang penolakan lalove dan melodi magisnya tetap menggelayut erat. Hingga saat ini pencekalan dan penolakan itu masih terjadi.
Arjuna Saputra lahir di kaki Gunung Nokilalaki di bagian Kabupaten Sigi Pinggir tanpa akses teknologi apapun. Ia berada di sana selama 15 tahun, lalu memutuskan merantau ke Kota Palu. Di Palu, Juna merupakan salah seorang anak muda yang banyak menggeluti kegiatan sosial.